Hari ini adalah hari dimana aku resmi menjadi seorang mahasiswa dan mulai hidup sedikit bebas dengan melepas seragam yang 12 tahun aku pakai. Aku pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta untuk membeli beberapa perlengkapan untuk keperluan sebagai mahasiswa.
Hari rabu siang memang hari yang tepat untuk menikmati jakarta, dimana orang-orang sibuk dengan
pekerjaannya sehingga jalanan tidak terlalu ramai. Aku berjalan menuju terminal dengan membawa
beberapa bungkus belanjaan sambil memikirkan banyak hal.
Tiba-tiba ada titik yang menarik perhatianku, aku melihat hal yang tidak biasa.
Seorang kakek duduk di pinggir jalan, bajunya lusuh, giginya kuning, memakai topi yang mungkin dulu
berwarna putih dan saat ini aku melihat warnanya kecoklatan. Di depannya ada sebuah benda yang tidak
asing bagiku, ternyata benda itu adalah timbangan berat badan. Aku berjalan beberapa langkah
melewati kakek dan memperhatikan apa yang akan dia lakukan dengan timbangan itu.
Beberapa kali dia menawarkan timbangannya kepada orang-orang yang melewatinya, ternyata dia memberi
jasa menimbang berat badan. Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin ada orang yang memikirkan berat
badannya di pusat perbelanjaan seperti ini?
Aku berbalik arah berjalan menuju kakek itu, aku berkata akan menimbang berat badanku yang sepertinya
bertambah lagi. Beliau tersenyum, kulit keriputnya seperti bernyanyi mengucap syukur. Entah apakah
timbangan itu masih layak pakai atau tidak, karena ternyata berat badanku 2kg lebih sedikit dibandingkan
terakhir aku menimbang. Ketika aku akan membayar..
“terserah neng saja”
Kalimat itu terlontar darinya, aku bingung harus membayar berapa untuk jasa sebuah timbangan berat
badan yang rusak?
Aku mengeluarkan beberapa lembar rupiah dan meninggalkan kakek itu, beberapa langkah kemudian aku
berbalik arah dan memberinya beberapa lembar lagi. Kakek itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih
padaku. Tatapan bahagia yang tulus aku rasakan dan sungguh, aku pun bahagia melihatnya.
Dari sekian banyak pengemis kaya di jakarta ternyata ada seorang kakek yang tidak meminta.
Mungkin itu adalah benda satu-satunya yang ia punya, mungkin tubuhnya tak kuat lagi bekerja, mungkin
karena perutnya yang lapar. Apapun alasannya, segala pujian indah untuk kakek pejuang ini aku berikan dan
aku akan selalu mengingat pelajaran yang bisa aku ambil dari beliau.
“apapun yang terjadi pada diri ku, hidupku adalah tanggungjawabku.
Tidak ada seorangpun yang bisa menolong, jangan meminta tapi berusahalah agar tetap hidup.”